SEJARAH DESA
TEGAL TUGU
KABUPATEN
GIANYAR
PROVINSI BALI
Nama Desa Tegal Tugu berasal dari kata
Tegal dan Tugu. Tegal artinya hutan atau alas sedangkan Tugu berarti Candi.
Namun entah siapa yang memberikan nama Tegal Tugu sebagai nama Desa Tegal Tugu
sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kalau diulas arti kata tegal dan
tugu mungkin latar belakang Desa Tegal Tugu dahulu kala sebelum ada penduduk
memang merupakan lahan kosong yang disebut alas atau lain katanya adalah Tegal
atau Tegalan. Mungkin tegalan atau lahan kosong ini merupakan daerah kekuasaan
pinggiran Kerajaan yang ada di jaman itu namun secara pasti belum ada bukti
sejarah yang menyebutkan tegalan ini merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan
mana?, Pada Tahun berapa?, Jaman siapa?, namun yang pasti semenjak penduduk
desa datang menghuni wilayah ini masih merupakan lahan kosong yang berupa alas
atau tegal. Sedangkan setelah penduduk menghuni wilayah ini, ditemukan sebuah
Pura yang didalamnya terdapat bangunan suci yang menyerupai Candi atau Tugu.
Oleh karena Candi atau Tugu tersebut terletak di tengah-tengah tegalan, maka
Desa ini disebut Desa Tegal Tugu. Konon tentang keberadaan Pura Tugu yang
terletak ditegah-tengah tegalan ini ada kaitannya dengan perjalanan orang-orang
suci jaman dahulu yang termuat dalam Dwijendra Tatwa.
Berikut sekilas tentang sejarah Pura
Tugu menurut Pemangku Pura tersebut yang merupakan pewaris kepemangkuan secara
turun temurun. Hampir setiap jengkal tanah yang ada di Bali merupakan bagian
dari jejak suci perjalanan orang-orang suci yang datang ke Bali. Salah satunya,
Dang Hyang Dwijendra. Hal ini senantiasa memberikan kesejahteraan dan kedamaian
bagi warga hingga kini. Di manapun beliau berada, membuat suatu perubahan yang
mempunyai nilai religius sangat tinggi. Salah satunya, Pura Tugu yang terletak
di Desa Tegal Tugu, Kecamatan Gianyar. Apa dan bagaimana makna dan filosofi pelinggih
yang ada di Pura Tugu? KATA “tugu” dari hahasa Jawa disamakan dengan candi.
Dan, hal tersebut juga benar adanya sebagaimana yang terdapat di Pura Tugu.
Pelinggih
Batara Sakti Wawu Rauh (Dang Hyang Dwijendra), dibuat menyerupai candi. Banyak
orang yang belum mengetahui tentang keberadaan Pura Tugu. Namun keberadaan pura
ini tercantum dalam Dwijendra Tatwa. Nama Pura Tugu ini sangat jelas sekali
disebutkan keberadaannya yang berkaitan dengan perjalanan suci Dang Hyang
Dwijendra saat ada di Gianyar. Selain tercantum dalam Dwijendra Tatwa,
keberadaan Pura Tugu ini, menurut Dewa Mangku Tugu, disinyalir juga tercatat
dalam prasasti yang ada di Puri Gianyar. Dewa Mangku menjelaskan bahwa Pura
Tugu yang terletak di pinggiran Tukad Cangkir merupakan pura yang masih diempon
oleh pihak Puri Gianyar hingga saat ini. Selain Pura Tugu, di areal pura
tersebut masih berkaitan dengan keberadaan Pura Melanting dan Pura Dalem
Segening yang merupakan Pura dari trah Dewa Agung Manggis, Raja Puri Gianyar.
Hal ini juga dapat dilihat dari keberadaan pohon manggis di areal pura
tersebut. Pohon yang jumlahnya sebanyak empat buah ini, konon telah berusia ratusan
tahun. Dewa Mangku yang berasal dari keluarga pemangku secara turun-temurun
sebagai pengayah di pura tersebut, mengakui seingatnya bahwa pohon tersebut
telah ada dan ukurannya tidak jauh mengalami perubahan. Pura Tugu berada di
hulu Desa Tegal Tugu. Tepatnya di sebelah timur lapangan Tegal Tugu.
Pura ini dilihat dari luar tampak sekali
mempunyai perbedaan dengan pura lainnya. Khususnya, pada bebentaran
angkul-angkul pura. Saat memasuki pura tersebut sama sekali pada angkul-angkul
pura tidak ada gelung kori (atap). Konon, arsitektur Candi Bentar tersebut
berkaitan dengan kedatangan Dang Hyang Dwijendra ke pura tersebut. Meski
demikian, di Pura Tugu ini tetap berkonsepkan pada Tri Mandala. Pura Tugu
terdiri atas bagian utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Di bagian
utama mandala (jeroan) terdapat sejumlah pelinggih. Di antaranya, Pelinggih
Batara Sakti Wawu Rauh yang bentuknya menyerupai candi dengan dua pelinggih pengabih.
Di depan pelinggih candi terdapat pelinggih Gedong Betel yang merupakan tempat
berias tatkala diselenggarakan piodalan. Di bagian jeroan juga ada Pelinggih
Ulun Suwi dan Pelinggih Batara Segara, serta sejumlah pelinggih lainnya.
Sementara di bagian madya mandala sama sekali tidak terdapat pelinggih. Namun
dua pengapit dan dua sedahan tampak pada bagian nista madala pura. Selain itu,
di bagian utama mandala juga terdapat bangunan Pura Dalem Segening. Letaknya
yang dalam satu kawasan ini hanya dibatasi dengan tembok penyengker. Pelaksanaan
piodalan di Pura Tugu dilakukan setiap Anggarkasih, Medangsia. Warga yang
mengaturkan bakti selain dari Desa Tegal Tugu, juga banyak pemedek dari luar
Gianyar yang datang saat piodalan. “Bukan saja di setiap diaturkan piodalan,
setiap hari purnama dan tilem juga ada warga yang datang untuk bersembahyang,”
ujar pemangku pura. Bahkan, kini banyak warga yang berasal dari golongan
brahmana datang ke Pura Tugu guna melakukan persembahyangan. Dalam pura tugu
tersebut, salah satu pelinggih yang ada juga merupakan pesimpangan Batara Sakti
yang berstana di Pura Manuaba.
Kilas
balik keberadaan Pura Tugu, diceritakan bahwa dalam perjalanan Dang Hyang
Dwijendra yang sampai di suatu pemukiman penduduk. Setelah melakukan perjalanan
yang cukup panjang, beliau ingin beristirahat dan saat itu berhenti di luar
suatu pura kahyangan. Tiba-tiba, di tengah peristirahatan beliau datang seorang
pemangku (pendeta pura) dari dalam pura setelah menyapu dan melalukan
pembersihan, menghampiri Dang Hyang Dwijendra yang berhenti di luar pura. Setelah
bertemu, pemangku pura tersebut kemudian menyuruh beliau untuk menyembah ke
dalam pura. Dang Hyang Dwijendra saat itu tak membantah dan menuruti permintaan
dari pemangku untuk menyembah di pura tersebut. Bergegaslah beliau masuk ke
pura diiringi oleh pemangku. Beliau bersila berhadapan dengan bangunan
pelinggih Gedong Betel yang ada di pura tersebut dan melakukan yoga. Tiba-tiba
saja bangunan pelinggih Gedong Betel tersebut meledak dan hancur hingga membuat
pemangku terkejut disertai dengan perasaan terharu melihat kenyataan tersebut.
Pemangku pun menangis dan meminta maaf atas kesalahannya dan memohon agar
bangunan pelinggih tersebut dikembalikan lagi seperti semula. Dengan kesucian
dan yoga dari Dang Hyang Dwijendra, akhirnya bangunan pelinggih (Gedong Betel)
yang ada di pura tersebut kembali seperti semula. Pada kesempatan tersebut,
atas kesucian dan kesaktian dari Dang Hyang Dwijendra, beliau memberikan
kancing gelung yang dimilikinya kepada pemangku pura. Kancing gelung tersebut
agar ditempatkan di pura yang diemponnya, yang kini bernama Pura Tugu.
Sebagaimana biasanya, setiap piodalan di Pura Tugu, menurut penuturan tetua di
desa setempat, kancing gelung tersebut dipendak (dijemput) untuk diupacarai di
pura dari tempat panyimpenannya di Puri Gianyar. Hal itu pun berlaku hingga
kini. Dan sepenggalan cerita keberadaan Pura Tugu, betapa makna yang dalam dari
apa yang terjadi saat itu. Betapa kesucian dari yoga mempunyai nilai yang
sangat tinggi. Demikian pula dalam hal kerendahan hati yang harus kita miliki
dalam menemukan jati diri. Meski dalam hal ini beliau mengetahui apa yang akan
terjadi pada pelinggih pura tersebut di saat akan melakukan persembahyangan di
pura yang diempon oleh pemangku tersebut. Sementara itu, selama sebagai
pengayah di Pura Tugu, Dewa Aji Mangku mengakui bahwa di samping sering
didatangi warga setempat dari luar daerah banyak pula pejabat yang tangkil ke
pura tersebut. Mereka datang dengan membawa sesajen melakukan persembahyangan
di depan Pelinggih Dang Hyang Dwijendra. Kedatangan mereka sebagaimana warga
lainnya yang memohon keselamatan. Apa permohonan mereka di luar itu, Dewa Aji
Mangku mengaku tidak tahu. “Apa maksud dan tujuan dari mereka yang datang sama
sekali tidak diketahui,” ujarnya. Namun, di Pura Tugu juga merupakan tempat
bagi calon pandita (pedanda). Di antara calon orang suci ini datang melakukan
persembahyangan dengan sesajen lengkap untuk meminta restu serta pawintenan
termasuk padiksaan. Bahkan, ada juga pedanda yang datang ke pura tersebut hanya
untuk mempasupati buku-buku pelajarannya, serta ngewintenan bajra yang
dipergunakan untuk melakukan proses upacara. Pura Tugu juga dipercaya sebagai
pemberi berkah intelektual. Di samping kesehariannya, siswa-siswa sekolah
setempat melakukan persembahyangan, ada pula warga yang secara khusus datang ke
pura untuk memohon wahyu untuk dapat sukses menyelesaikan pendidikannya.
Demikian sekilas tentang keberadaan Pura Tugu yang eksis hingga sekarang.
Desa Tegal Tugu merupakan Desa Dinas
yang berdiri sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Gianyar No. 351 Tahun
2006 tertanggal 5 September tahun 2006 Tentang Pembentukan Desa Persiapan Tegal
Tugu Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar. yang akhirnya menjadi sebuah Desa
Dinas yang difinitif sejak dikeluarkan Peraturan Daerah Gianyar No 1 Tahun 2010
tentang Pembentukan Desa Tegal Tugu.
Sebelum mengalami pemekaran, Desa Tegal
Tugu yang terdiri dari tiga lingkungan yakni: Lingkungan Triwangsa dan
Lingkungan Prathama Mandala merupakan bagian dari Kelurahan Samplangan dan satu
lagi, Lingkungan Tegal Kajanan merupakan bagian dari Kelurahan Abianbase.
Walaupun ketiga Lingkungan yang sekaligus merupakan tiga banjar dinas namun
masyarakat Tegal Tugu hidup rukun dan damai dalam satu wadah Desa Pekraman
Tegal Tugu yang memiliki fasilitas umum seperti Pura Kahyangan Tiga dan Setra
yang diempon secara bersama-sama oleh ketiga banjar adat sekaligus banjar dinas
tersebut.
Pada awal tahun 2006 ketiga banjar dinas
tersebut atas prakarsa masyarakatnya sepakat untuk mengadakan pemekaran yang
merupakan pemisahan dan penggabungan ketiga Lingkungan yang merupakan bagian
dari Kelurahan Samplangan dan Kelurahan Abianbase untuk membentuk sebuah desa
dinas yang merupakan harapan masyarakat Tegal Tugu yang bertujuan: menyatukan
tiga lingkungan yang merupakan bagian dari dua kelurahan yaitu Kelurahan
Samplangan dan Kelurahan Abianbase, meningkatkan persatuan Desa Pekraman yang
memang merupakan satu latar belakang Desa Pekraman Tegal Tugu, memperlancar
serta mendekatkan pelayanan Pemerintahan Desa dengan harapan dapat memberdayakan
masyarakat sehingga tarap hidup masyarakat bisa meningkat. Dan ahkirnya
Pemerintah Kabupaten Gianyar mengabulkan usulan masyarakat Tegal Tugu untuk
membentuk sebuah Desa Dinas dengan
mengeluarkan Perda. Gianyar No. 1 Tahun 2010. Tertanggal 1 Maret 2010 tentang
Pembentukan Desa Tegal Tugu. Demikianlah sejarah tebentuknya
Desa Tegal Tugu.
DAFTAR PUSTAKA
Profil Desa Tegal Tugu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar