Senin, 13 Juni 2016

Sejarah Desa Tegal Tugu Gianyar Bali



SEJARAH DESA TEGAL TUGU
KABUPATEN GIANYAR
PROVINSI BALI

 

Nama Desa Tegal Tugu berasal dari kata Tegal dan Tugu. Tegal artinya hutan atau alas sedangkan Tugu berarti Candi. Namun entah siapa yang memberikan nama Tegal Tugu sebagai nama Desa Tegal Tugu sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kalau diulas arti kata tegal dan tugu mungkin latar belakang Desa Tegal Tugu dahulu kala sebelum ada penduduk memang merupakan lahan kosong yang disebut alas atau lain katanya adalah Tegal atau Tegalan. Mungkin tegalan atau lahan kosong ini merupakan daerah kekuasaan pinggiran Kerajaan yang ada di jaman itu namun secara pasti belum ada bukti sejarah yang menyebutkan tegalan ini merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan mana?, Pada Tahun berapa?, Jaman siapa?, namun yang pasti semenjak penduduk desa datang menghuni wilayah ini masih merupakan lahan kosong yang berupa alas atau tegal. Sedangkan setelah penduduk menghuni wilayah ini, ditemukan sebuah Pura yang didalamnya terdapat bangunan suci yang menyerupai Candi atau Tugu. Oleh karena Candi atau Tugu tersebut terletak di tengah-tengah tegalan, maka Desa ini disebut Desa Tegal Tugu. Konon tentang keberadaan Pura Tugu yang terletak ditegah-tengah tegalan ini ada kaitannya dengan perjalanan orang-orang suci jaman dahulu yang termuat dalam Dwijendra Tatwa.
Berikut sekilas tentang sejarah Pura Tugu menurut Pemangku Pura tersebut yang merupakan pewaris kepemangkuan secara turun temurun. Hampir setiap jengkal tanah yang ada di Bali merupakan bagian dari jejak suci perjalanan orang-orang suci yang datang ke Bali. Salah satunya, Dang Hyang Dwijendra. Hal ini senantiasa memberikan kesejahteraan dan kedamaian bagi warga hingga kini. Di manapun beliau berada, membuat suatu perubahan yang mempunyai nilai religius sangat tinggi. Salah satunya, Pura Tugu yang terletak di Desa Tegal Tugu, Kecamatan Gianyar. Apa dan bagaimana makna dan filosofi pelinggih yang ada di Pura Tugu? KATA “tugu” dari hahasa Jawa disamakan dengan candi. Dan, hal tersebut juga benar adanya sebagaimana yang terdapat di Pura Tugu.
Pelinggih Batara Sakti Wawu Rauh (Dang Hyang Dwijendra), dibuat menyerupai candi. Banyak orang yang belum mengetahui tentang keberadaan Pura Tugu. Namun keberadaan pura ini tercantum dalam Dwijendra Tatwa. Nama Pura Tugu ini sangat jelas sekali disebutkan keberadaannya yang berkaitan dengan perjalanan suci Dang Hyang Dwijendra saat ada di Gianyar. Selain tercantum dalam Dwijendra Tatwa, keberadaan Pura Tugu ini, menurut Dewa Mangku Tugu, disinyalir juga tercatat dalam prasasti yang ada di Puri Gianyar. Dewa Mangku menjelaskan bahwa Pura Tugu yang terletak di pinggiran Tukad Cangkir merupakan pura yang masih diempon oleh pihak Puri Gianyar hingga saat ini. Selain Pura Tugu, di areal pura tersebut masih berkaitan dengan keberadaan Pura Melanting dan Pura Dalem Segening yang merupakan Pura dari trah Dewa Agung Manggis, Raja Puri Gianyar. Hal ini juga dapat dilihat dari keberadaan pohon manggis di areal pura tersebut. Pohon yang jumlahnya sebanyak empat buah ini, konon telah berusia ratusan tahun. Dewa Mangku yang berasal dari keluarga pemangku secara turun-temurun sebagai pengayah di pura tersebut, mengakui seingatnya bahwa pohon tersebut telah ada dan ukurannya tidak jauh mengalami perubahan. Pura Tugu berada di hulu Desa Tegal Tugu. Tepatnya di sebelah timur lapangan Tegal Tugu.
Pura ini dilihat dari luar tampak sekali mempunyai perbedaan dengan pura lainnya. Khususnya, pada bebentaran angkul-angkul pura. Saat memasuki pura tersebut sama sekali pada angkul-angkul pura tidak ada gelung kori (atap). Konon, arsitektur Candi Bentar tersebut berkaitan dengan kedatangan Dang Hyang Dwijendra ke pura tersebut. Meski demikian, di Pura Tugu ini tetap berkonsepkan pada Tri Mandala. Pura Tugu terdiri atas bagian utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Di bagian utama mandala (jeroan) terdapat sejumlah pelinggih. Di antaranya, Pelinggih Batara Sakti Wawu Rauh yang bentuknya menyerupai candi dengan dua pelinggih pengabih. Di depan pelinggih candi terdapat pelinggih Gedong Betel yang merupakan tempat berias tatkala diselenggarakan piodalan. Di bagian jeroan juga ada Pelinggih Ulun Suwi dan Pelinggih Batara Segara, serta sejumlah pelinggih lainnya. Sementara di bagian madya mandala sama sekali tidak terdapat pelinggih. Namun dua pengapit dan dua sedahan tampak pada bagian nista madala pura. Selain itu, di bagian utama mandala juga terdapat bangunan Pura Dalem Segening. Letaknya yang dalam satu kawasan ini hanya dibatasi dengan tembok penyengker. Pelaksanaan piodalan di Pura Tugu dilakukan setiap Anggarkasih, Medangsia. Warga yang mengaturkan bakti selain dari Desa Tegal Tugu, juga banyak pemedek dari luar Gianyar yang datang saat piodalan. “Bukan saja di setiap diaturkan piodalan, setiap hari purnama dan tilem juga ada warga yang datang untuk bersembahyang,” ujar pemangku pura. Bahkan, kini banyak warga yang berasal dari golongan brahmana datang ke Pura Tugu guna melakukan persembahyangan. Dalam pura tugu tersebut, salah satu pelinggih yang ada juga merupakan pesimpangan Batara Sakti yang berstana di Pura Manuaba.
Kilas balik keberadaan Pura Tugu, diceritakan bahwa dalam perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang sampai di suatu pemukiman penduduk. Setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang, beliau ingin beristirahat dan saat itu berhenti di luar suatu pura kahyangan. Tiba-tiba, di tengah peristirahatan beliau datang seorang pemangku (pendeta pura) dari dalam pura setelah menyapu dan melalukan pembersihan, menghampiri Dang Hyang Dwijendra yang berhenti di luar pura. Setelah bertemu, pemangku pura tersebut kemudian menyuruh beliau untuk menyembah ke dalam pura. Dang Hyang Dwijendra saat itu tak membantah dan menuruti permintaan dari pemangku untuk menyembah di pura tersebut. Bergegaslah beliau masuk ke pura diiringi oleh pemangku. Beliau bersila berhadapan dengan bangunan pelinggih Gedong Betel yang ada di pura tersebut dan melakukan yoga. Tiba-tiba saja bangunan pelinggih Gedong Betel tersebut meledak dan hancur hingga membuat pemangku terkejut disertai dengan perasaan terharu melihat kenyataan tersebut. Pemangku pun menangis dan meminta maaf atas kesalahannya dan memohon agar bangunan pelinggih tersebut dikembalikan lagi seperti semula. Dengan kesucian dan yoga dari Dang Hyang Dwijendra, akhirnya bangunan pelinggih (Gedong Betel) yang ada di pura tersebut kembali seperti semula. Pada kesempatan tersebut, atas kesucian dan kesaktian dari Dang Hyang Dwijendra, beliau memberikan kancing gelung yang dimilikinya kepada pemangku pura. Kancing gelung tersebut agar ditempatkan di pura yang diemponnya, yang kini bernama Pura Tugu. Sebagaimana biasanya, setiap piodalan di Pura Tugu, menurut penuturan tetua di desa setempat, kancing gelung tersebut dipendak (dijemput) untuk diupacarai di pura dari tempat panyimpenannya di Puri Gianyar. Hal itu pun berlaku hingga kini. Dan sepenggalan cerita keberadaan Pura Tugu, betapa makna yang dalam dari apa yang terjadi saat itu. Betapa kesucian dari yoga mempunyai nilai yang sangat tinggi. Demikian pula dalam hal kerendahan hati yang harus kita miliki dalam menemukan jati diri. Meski dalam hal ini beliau mengetahui apa yang akan terjadi pada pelinggih pura tersebut di saat akan melakukan persembahyangan di pura yang diempon oleh pemangku tersebut. Sementara itu, selama sebagai pengayah di Pura Tugu, Dewa Aji Mangku mengakui bahwa di samping sering didatangi warga setempat dari luar daerah banyak pula pejabat yang tangkil ke pura tersebut. Mereka datang dengan membawa sesajen melakukan persembahyangan di depan Pelinggih Dang Hyang Dwijendra. Kedatangan mereka sebagaimana warga lainnya yang memohon keselamatan. Apa permohonan mereka di luar itu, Dewa Aji Mangku mengaku tidak tahu. “Apa maksud dan tujuan dari mereka yang datang sama sekali tidak diketahui,” ujarnya. Namun, di Pura Tugu juga merupakan tempat bagi calon pandita (pedanda). Di antara calon orang suci ini datang melakukan persembahyangan dengan sesajen lengkap untuk meminta restu serta pawintenan termasuk padiksaan. Bahkan, ada juga pedanda yang datang ke pura tersebut hanya untuk mempasupati buku-buku pelajarannya, serta ngewintenan bajra yang dipergunakan untuk melakukan proses upacara. Pura Tugu juga dipercaya sebagai pemberi berkah intelektual. Di samping kesehariannya, siswa-siswa sekolah setempat melakukan persembahyangan, ada pula warga yang secara khusus datang ke pura untuk memohon wahyu untuk dapat sukses menyelesaikan pendidikannya. Demikian sekilas tentang keberadaan Pura Tugu yang eksis hingga sekarang.
Desa Tegal Tugu merupakan Desa Dinas yang berdiri sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Gianyar No. 351 Tahun 2006 tertanggal 5 September tahun 2006 Tentang Pembentukan Desa Persiapan Tegal Tugu Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar. yang akhirnya menjadi sebuah Desa Dinas yang difinitif sejak dikeluarkan Peraturan Daerah Gianyar No 1 Tahun 2010 tentang Pembentukan Desa Tegal Tugu.
Sebelum mengalami pemekaran, Desa Tegal Tugu yang terdiri dari tiga lingkungan yakni: Lingkungan Triwangsa dan Lingkungan Prathama Mandala merupakan bagian dari Kelurahan Samplangan dan satu lagi, Lingkungan Tegal Kajanan merupakan bagian dari Kelurahan Abianbase. Walaupun ketiga Lingkungan yang sekaligus merupakan tiga banjar dinas namun masyarakat Tegal Tugu hidup rukun dan damai dalam satu wadah Desa Pekraman Tegal Tugu yang memiliki fasilitas umum seperti Pura Kahyangan Tiga dan Setra yang diempon secara bersama-sama oleh ketiga banjar adat sekaligus banjar dinas tersebut.
Pada awal tahun 2006 ketiga banjar dinas tersebut atas prakarsa masyarakatnya sepakat untuk mengadakan pemekaran yang merupakan pemisahan dan penggabungan ketiga Lingkungan yang merupakan bagian dari Kelurahan Samplangan dan Kelurahan Abianbase untuk membentuk sebuah desa dinas yang merupakan harapan masyarakat Tegal Tugu yang bertujuan: menyatukan tiga lingkungan yang merupakan bagian dari dua kelurahan yaitu Kelurahan Samplangan dan Kelurahan Abianbase, meningkatkan persatuan Desa Pekraman yang memang merupakan satu latar belakang Desa Pekraman Tegal Tugu, memperlancar serta mendekatkan pelayanan Pemerintahan Desa dengan harapan dapat memberdayakan masyarakat sehingga tarap hidup masyarakat bisa meningkat. Dan ahkirnya Pemerintah Kabupaten Gianyar mengabulkan usulan masyarakat Tegal Tugu untuk membentuk sebuah Desa Dinas dengan mengeluarkan Perda. Gianyar No. 1 Tahun 2010. Tertanggal 1 Maret 2010 tentang Pembentukan Desa Tegal Tugu. Demikianlah sejarah tebentuknya Desa Tegal Tugu.




DAFTAR PUSTAKA

Profil Desa Tegal Tugu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar